Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cermin: Oh, Ningsih

Cerita Mini Oh, Ningsih

   

  “Ningsih!” 

    Gadis berusia lima tahun itu berteriak kencang pada sahabat yang dicintainya selama ini. Butiran bening keluar dari sudut matanya. Ningsih sukses merusak acara makan siang Ernita, setelah ditinggal sejenak ke kamar mandi untuk buang air kecil. Sementara itu, Ningsih yang diteriaki sahabatnya pergi begitu saja melalui pintu dapur. Tanpa menghiraukan isakan dan teriakan Ernita.

    “Ada apa, toh, Nduk?” tanya ibu kandung Ernita setelah mendengar bahwa putri bungsunya itu berteriak sambil menangis.

    Bu Arsih yang sejak tadi menggoreng kentang di dapur, kini mendekati putrinya. Menuju ruang makan yang terletak tepat di samping dapur. Tentunya setelah mematikan kompor terlebih dahulu. Mengusap air mata yang terus keluar dari mata anak berbaju merah itu. Dia memeluk dan menepuk halus punggung Ernita, supaya tangisnya berhenti.

    “Dia mengambil hatiku, Bu.”

    Tangan mungilnya menunjuk pintu keluar yang barusan dilewati Ningsih.

    “Sudah, nanti Ibu masakkan hati ayam lagi. Kasihan Ningsih, nanti enggak mau datang lagi, loh, kalau kamu teriakin kayak gitu.”

    Ernita mengdongak.  Menepaskan pelukan ibunya, lantas menegakkan kepala seraya memandang Bu Arsih penuh sendu.

    “Yang benar, Bu?” tanya gadis pemilik bulu mata lentik seraya mengusap sisa air mata yang menempel di pipinya.

    “Iya, untuk anak manis ini apa, sih, yang enggak.” Tawa pun muncul antara mereka berdua. 

    Setelah memastikan putri bungsunya sudah terlepas dari rasa dongkolnya, Bu Arsih segera kembali masuk dapur. Menyelesaikan pekerjaan yang sempat terjeda tadi. Lantas mengambil sisa hati ayam kemarin di kulkas yang belum dimasaknya. Tangannya dengan lihai mengolah hati ayam. Mengubahnya menjadi suatu hidangan lezat favorit Ernita. Aroma masakan Bu Arsih begitu menggoda. 

    Menggugah semangat putri kesayangannya. Ernita bangkit dari kursi makan tempat dia menangis barusan. Meninggalkan piring beserta isinya yang sudah terjamah oleh Ningsih di meja makan. 

    “Waow, sambal goreng hati campur tempe, lezat,” komentar gadis berbaju merah motif bunga mawar. Dia menelan ludah.

    “Tentu, dong. Makanya enggak usah nangis gara-gara hati ayam. Kalau Ningsih enggak mau main ke sini lagi gimana?”

    Ernita mengangguk pelan. Membenarkan perkataan ibunya. Dia akan sangat kehilangan sahabatnya itu, jika sampai tak kembali ke rumah. Tak lama kemudian lamat-lamat terdengar seperti suara Ningsih. Semakin mendekat, semakin jelas bahwa suara tersebut suara Ningsih.

     “Meong … meong … meong.”

    Kucing berbulu putih itu memasuki dapur kembali yang sejak tadi memang terbuka. Semakin mendekati Ernita. Dia bersandar di kaki gadis kecil itu yang sebelumnya menggeliat terlebih dahulu. 

    “Loh, Ningsih kepalamu kenapa? Kok, ada darahnya.” Gadis yang emosinya sudah stabil itu kaget melihat kepala Ningsih terdapat luka dan darah. 

    “Mungkin barusan bertengkar sama  kucing tetangga,” balas Bu Arsih yang mendengar keluhan anaknya seraya menuang sambal goreng hati dari belanga.

    Dengan sigap gadis cilik itu mengambil obat luka khusus kucing. Lantas, segera mengobatinya dengan teliti. Walaupun Ningsih telah membuatnya menangis, tetap saja rasa sayang dan ibanya lebih besar. 

    Sejak awal Ningsih menjadi penghuni rumah itu, Ernita sangat senang sekali. Dia bermain bahkan tidur pun terkadang bersama. Itulah sebabnya dia menganggapnya sebagai sahabat.

    “Sudah selesai ngobatinnya? Sini biar ibu bantu obati lukanya Ningsih. Kamu makan dulu. Itu sudah siap di meja makan sambal hatinya. Kecapnya juga di meja, biasanya pakai kecap kalau makan sambal hati.” 

    “Baik, Bu.”

Baca juga: PUTRI MALU

    Kini kucing cantik kesayangan Ernita telah beralih dipangkuan Bu Arsih. Dia pasrah dengan pengobatan yang diberikan kepadanya. Dia tahu tempat ternyaman saat sesuatu terjadi. Tepat sekali dia menjadikan Ernita dan Bu Arsih sebagai majikan dan tempat untuk berlindung. Mereka sangat sayang kepada binatang.


Karya: Zahra Wardah

Sumber gambar: pixabay.com