Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cernak: Sepatu dari Kakek

    

Sepatu dari Kakek


    Hari itu hari Senin. Di luar hujan turun masih cukup lebat. Angin pun kencang sampai membawa beberapa sampah di jalanan ke halaman rumahku. Kebetulan jarak sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah. Saat hujan sedikit reda, aku pamit kepada Ayah dan Ibu untuk berangkat sekolah. Tidak lupa aku bawa payung supaya baju seragam sekolah yang aku pakai tidak basah.

    “Assalamualaikum.” Aku mengucap salam sebelum melangkahkan kaki keluar rumah. Dari dalam aku mendengar suara jawaban dari Ayah dan Ibu.

    “Hati-hati, Sayang berangkatnya.” Suara Ibu terdengar samar-samar masuk ke telingaku. Suara Ibu kalah oleh derasnya air hujan yang berada di luar rumah. 

    Kini aku mulai pelan-pelan melangkahkan kaki dengan payung hitam di tangan kananku. Tiba-tiba ada lubang di depanku. Tidak sengaja kakiku terperosok di lubang itu. Hal itu menyebabkan sepatuku sobek. Mataku menoleh ke kanan dan ke kiri, untuk mencari pertolongan. Namun, tak ada orang sama sekali. Rasanya ingin menangis. Sedih. Hendak kembali ke rumah, tetapi sudah setengah jalan. Sebentar lagi sampai di sekolah. Akhirnya, terpaksa aku melanjutkan perjalananku ke sekolah dengan sepatu yang rusak. 

    “Lihat itu. Sepatu Aisyah sobek. Hahaha.” Suara menyebalkan itu datang dari Cika. Dari dulu aku tidak suka dengan Cika. Gayanya, sok, kaya. Akan tetapi, jika ada teman yang punya barang baru dia pasti iri. 

    Mendengar ejekan dari Cika, aku menahan amarah sekaligus malu. Bagaimana tidak? Pandangan teman-teman spontan menuju ke arah sepatuku. Itu membuatku sangat malu sekali.

***

    “Ibu!” teriakku saat melihat Ibu di rumah. Aku berlari kepadanya.

    “Ada apa, Nak? Kenapa pulang sekolah menangis?” tanya Ibu dengan wajah yang sangat khawatir.

    “Sepatuku sobek. Tadi aku diledekin Cika.” Aku menjelaskan dengan sesekali sesenggukan di pelukan Ibu. Ibu menepuk-nepuk pelan punggungku. 

    “Ya, sudah biar saja. Nanti kita beli sepatu yang baru, ya. Insyaallah.” Ibu mencoba menenangkanku. 

    “Yang benar, Bu?” Wajahku mulai berseri kembali, mendengar tawaran Ibu. 

    “Iya, insyaallah. Kalau ayahmu sudah gajian, ya. Sekarang, ganti dulu bajunya, kemudian makan siang. Ibu tadi masak lauk kesukaan Aisyah. Ibu tunggu di meja makan, ya.” Ibu berlalu menuju dapur.

    “Ye! Baik, Bu.” Tiba-tiba hatiku sangat senang sekali. Berbeda dengan tadi saat baru pulang dari sekolah.

    Aku pun masuk ke kamar, mengganti baju dan siap-siap untuk makan siang bersama Ibu. Walaupun hanya ditemani Ibu saat makan siang, aku sudah sangat bersyukur. Sebab, Ayah masih sibuk bekerja di kantor. Beliau berdua sangat sayang denganku.

***

Baca Juga: Lelaki Berwajah Monster

    Sore hari saat aku menonton televisi, tiba-tiba ada suara ketukan pintu dari luar. Siapa sore-sore begini bertamu? Biasanya Ayah pulang kerja setelah Magrib. Ibu yang masih menggoreng ikan di dapur memintaku untuk membuka pintu.     

    “Kakek! Ibu Kakek datang. Kenapa enggak ngasih kabar kalau mau ke sini, Kek. Ayok, masuk.” Dengan semangat, aku mempersilakan Kakek untuk masuk. Aku senang sekali jika Kakek datang. Beliau pasti banyak bawa buah-buahan dan sayur-mayur hasil panen dari desa. 

    Kakek pun masuk dengan beberapa bawaannya. Aku membantu Kakek untuk dibawa ke dapur. 

    “Ini ada jagung, pisang, mangga kesukaan Aisyah. Di desa lagi musim,” ucap Kakek berikut dengan senyum manisnya.

    “Wah. Terima kasih banyak, Kek,” balasku.

    “Kenapa enggak nelpon dulu, Pak tadi. Kan, bisa aku jemput pakai motor di gang. Enggak usah susah-susah jalan kaki.” Ibu pun mulai ikut percakapan kami.

    “Kalau nelpon dulu, ya, namanya enggak kejutan. Ini ada satu lagi kejutan buat Aisyah.” Kakek memberikan kotak segi empat besar kepadaku. 

    “Apa ini, Kek?” tanyaku penasaran.

    “Buka saja sendiri. Semoga kamu suka.”

    Aku pun membuka kotak itu. Ternyata, sepatu baru. Seketika aku langsung memeluk Kakek di sampingku.

    “Terima kasih banyak, Kek. Baru saja tadi pagi sepatuku rusak saat sekolah. Ye! Besok aku pakai sepatu baru.” Aku girang sampai langsung aku pakai sepatu warna hitam itu. 

    Aku pergi ke kamar dengan sepatu baru hadiah dari Kakek. Senangnya hatiku tidak bisa digambarkan lagi. Besok aku akan buktikan dan pamer kepada Cika tentang sepatu baru dari Kakek kesayanganku.

***


Karya: Zahra Wardah

Sumber gambar: pinterest.com