Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Mini Baru dengan Judul Anakku

Cerita Mini Baru dengan Judul Anakku

Teman-teman sudah pernah baca cermin alias cerita mini belum? Kali ini Coretan Karya akan mempersembahkan satu karya cerita mini dengan Judul Anakku. Penasaran? Yok, baca. Selamat menikmati, terima kasih.

Jarum jam menuju angka sepuluh. Di rumah sudah beres semua. Mulai dari menyapu, mengepel, mencuci, masak. Kini saatnya belanja ke pasar. Kebetulan bahan-bahan pangan di rumah sudah mulai menipis. Aku ke pasar bersama anak bungsuku yang masih berusia tiga tahunan mengendarai motor. Kebetulan jarak antara rumah dan pasar tidak terlalu jauh. Sekitar lima menit ditempuh menggunakan motor.

“Maisya sayang, nanti mau dibeliin apa, ya?” tanyaku saat dalam perjalanan.

“Adik mau beli balon.”

Anakku pintar sekali. Bicaranya pun sudah lancar. Banyak sekali yang memuji kepintaran dan kecantikan Maisya. Sepanjang perjalanan Maisya bercerita riang tentang balon yang hendak dia beli nanti. Sepertinya dia sudah tidak sabar lagi. Benar. Sesampai di pasar, dia langsung menuju ke penjual balon karakter. Dia suka sekali dengan karakter Masya yang biasanya ditonton. Nama mereka pun hampir sama.

Setelah itu, kami pergi ke tukang sayur. “Adik tunggu sebentar, ya. Ibu milih-milih sayur dulu.” 

Maisya pun mengangguk mantap. Aku mulai memilih sayur dan bumbu-bumbu dapur. Usai membayar, pandanganku menyisir ke semua area mencari Maisya. Maisya tidak ada. Hilang. Seketika aku panik, tak tahu harus bagaimana. Sejurus dengan itu di area parkir dekat tukang sayur tempat aku belanja barusan, aku melihat ibu-ibu menggendong Maisya akan melajukan motornya.

“Maisya! Anakku! Tolong ada penculik!” pekikku sembari berlari dan menunjuk penculik itu.

Ibu itu seketika menjeda aktivitasnya dan menatapku, heran. “Ada apa, Bu?” tanyanya.

Baca juga: Cerita Pendek Singkat tentang Kehidupan dengan Judul Dokter THT

Belum sempat aku menjawab, tukang sayur tempat aku belanja tadi memanggilku. “Bu! Bu! Ini anak-nya.”

Aku jadi bingung. Kenapa ada dua Maisya?

“Eh, maaf, Bu. Saya kira itu anak saya. Ternyata baju anak kita sama. Sekali lagi maaf, ya, Bu.” Aku menangkupkan kedua tangan. Wajahku merah, malu. Seisi pasar sudah ramai gara-gara aku kira penculik. 

Ibu itu hanya mengangguk dan kembali melajukan motornya. Sementara itu, Maisya berlari kepadaku sambil menangis.

“Anak Ibu nangis tadi. Mungkin, dikira ditinggal sama ibunya,” adu tukang sayur itu kepadaku.

***


Karya: Zahra Wardah

Ilustrasi: pixabay.com