Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Horor Singkat Menyeramkan yang Berjudul Sosok Tinggi Hitam

Cerita Horor Singkat Menyeramkan yang Berjudul Sosok Tinggi Hitam


Assalamualaikum, sejahtera untuk kita semua. Selamat datang di Coretan Karya. Semoga banyak hikmah dan ilmu dari cerita yang kami sajikan yaitu cerita horor singkat menyeramkan yang berjudul sosok tinggi hitam. kamu juga bisa mendengarkan cerita-cerita lain di sini di youtube: Cerita Keren. Cari saja di kolom pencarian youtube, ya. 

Bagi teman-teman penulis yang bukunya hendak direview dan masuk ke blog ini, boleh langsung hubungi Zahra Wardah. Terima kasih semuanya dan semoga harimu menyenangkan. Aamiin.

****


“Mas, tahu enggak.” Hilma yang baru saja dari luar mendekati suaminya. 

“Enggak.” Santai dan datar jawaban dari Joko. Dia santai memainkan ponselnya. 

Hilma mengerucutkan bibir. Tangannya mencubit lengan Joko, lantas berlalu meninggalkan suaminya. Cuaca panas di luar, kini menular dalam diri Hilma. Beberapa saat dia kembali lagi dengan secangkir kopi panas. Kemudian, cangkir putih itu diletakkan di depan Joko.

Tanpa melihat, Joko mengambil kopi, lalu dengan cepat disesap. “Aduh! Panas banget, Dek!” Lidah Joko menjulur-julur. Mati rasa kepanasan. Tangannya mengipas seolah bisa meredakan panasnya. Akan tetapi, sayang sekali hal itu tak bisa mengubah kondisi.

“Makanya hati-hati.” Hilma sewot dan memalingkan wajah dari Joko.

“Biasanya hangat. Ini, kok, panas sekali.” Nada Joko mulai meninggi. Dia tak terima dengan perlakuan Hilma. 

Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba suara kaca pecah memenuhi ruang dengar mereka. Joko dan Hilma pun terkejut. Mereka saling pandang menyiratkan pertanyaan yang sama. 

“Kaca apa itu, Dek?” tanya Joko.

“Enggak tahu, Mas,” balas Hilma sembari beranjak, mengecek keadaan di dapur. Menurutnya sumber suara tadi dari arah dapur. 

Derap langkah Hilma pelan-pelan. Sebenarnya dia sedikit takut dan ragu. Pasalnya suasana hening dan tenang. Tidak ada kucing, tikus, ada hewan lainnya. Kenapa mendadak ada suara kaca pecah keras sekali? 

Sesampai di dapur, matanya menyapu ke segala sudut. Namun, tak ada sesuatu yang pecah atau semacamnya. Lantai bersih. 

“Aneh sekali.” Wanita bertubuh sedang itu bermonolog. Dia kembali ke depan, di tempat suaminya duduk sebelumnya. 

Bulu kuduknya bangun, merinding. Kini langkahnya dipercepat. Sayang sekali dia tak menangkap sosok Joko di tempat semula.

“Mas! Mas! Enggak ada apa-apa di dapur. Mas!” teriak Hilma seraya matanya awas bak elang. Perempuan itu makin ngeri, ketakutan, plus panik. 

“Dor!” Tiba-tiba Joko muncul di belakang Hilma. 

“Mas, jangan bercanda gitu, ah. Enggak lucu.” Hilma sedikit mengusap sedikit jejak kesedihan dengan sedikit memalingkan badan dari Joko. 

“Ish, nangis, ya.” Joko bukannya simpati, melainkan mengejek istrinya. Menurutnya Hilma lucu sekali.

“Enggak. Enggak salah. Aku sudah takut-takut. Ternyata dia ngerjain aku.” 

“Ya, sudah sini cerita. Kenapa sebenarnya istriku ini, kok, ketakutan?” Joko merangkul manja Hilma. 

Awalnya Hilma sok tak mau dirangkul. Namun, Joko tetap saja merangkul dan memeluknya. Mau tak mau Hilma pun pasrah. Setelah kondisi normal, Hilma mulai bercerita tentang tetangga desa yang meninggal karena kecelakaan sekeluarga. Menurut gosip yang beredar TKP kecelakaan itu sekarang menjadi angker. Setiap jam sebelas malam terdengar ada seseorang yang menangis di sana. 

“Mosok? Ya, sudah nanti malam kita coba lewat sana naik motor,” celetuk Joko supaya istrinya tak ketakutan lagi.

“Aku enggak berani, Mas,” tolak Hilma.

“Kan, ada aku. Wes kamu ikut saja. Kita buktikan cerita kamu itu,” pungkas Joko seraya meninggalkan Hilma ke kamar mandi.

***

Malam ini, tepat pukul sebelas malam kedua pasangan suami-istri itu nekat keluar. Motor butut pun keluar membelah keheningan. Di saat orang lain terlelap, Joko dan Hilma uji nyali ke desa sebelah. 

“Mas, aku di rumah aja, ya,” ucap Hilma sebelum berangkat. Nyalinya mendadak ciut.

“Sudah enggak usah takut. Kan, ada aku. Aku kita buktikan omongan orang-orang itu. Biar kamu enggak takut lagi,” jawab Joko seraya memberikan jaket hitam kepada istrinya. 

Makin malam makin terasa dingin. Mereka berdua mengenakan jaket dengan warna yang sama. Selama perjalanan Hilma hanya diam. Aroma ketakutan menyusupinya. Akan tetapi, rasa penasarannya pun tinggi. Tak butuh waktu lama motor butut itu sudah melewati perbatasan desa. Sebentar lagi sampai di TKP kecelakaan maut itu. Tiba-tiba motor terhenti.

“Kenapa, Mas?” tanya Hilma.

“Enggak tahu ini. Enggak mau nyala dia.” Joko tampak mengecek ke bagian-bagian motornya. Meski sudah dicek, tetap saja motor itu tak mau jalan kembali. 

Sudah setengah jam lamanya sepasang suami itu berada di tengah jalan. Hilma berharap ada yang bisa membantu mereka. 

“Mas, itu apa, Mas?” Hilma menunjuk ke arah pohon mangga di pinggir jalan. Perrmpuan ketakutan, bersembunyi di balik tubuh Joko. Matanya terpejam.

“Mana? Enggak ada apa-apa juga.” 

Hilma pun dengan hati-hati membuka mata. Seperti yang dikatakan suaminya. Tak ada apa-apa di atas pohon mangga. Dia mengucek matanya untuk memastikan. Tetap saja nihil. 

Baca juga: Cerita Bersambung Mas Duda Mendua? (Bab 5)

“Tadi ada kayak manusia gitu, tapi tinggi banget melebihi pohon mangga itu. Wajahnya enggak jelas. Hitam. Takut, Mas. Gimana ini. Motornya mogok pula.” Tangan Hilma tiba-tiba dingin. Dia tak mau jauh dari suaminya, selalu di belakang Joko.

“Alhamdulillah.” Akhirnya setelah beberapa kali starter bisa juga motor bututnya hidup. Joko lega sekali. Berarti dia bisa segera putar balik. Istrinya sudah ketakutan. Padahal sebenarnya dia penasaran. Hantu apa yang sering digosipkan warga sekitar.

“Udah, ayok naik,” sambung Joko.

Tubuh Hilma mendadak kaku. Susah digerakkan. Perempuan itu masih terpikir dengan sosok yang baru dilihat tadi. Dia tak bisa membonceng. Dengan cekatan dan susah payah Joko membantu Hilma. Untungnya tak membutuhkan waktu lama. Sedikit demi sedikit Hilma mulai melemas. 

***


Karya: Zahra Wardah

Ilustrasi: pixabay.com