Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerpen Singkat tentang Kehidupan yang Berjudul Kipas Angin Musala

 

Cerpen Singkat tentang Kehidupan yang Berjudul Kipas Angin Musala


Assalamualaikum, Teman-Teman. Selamat datang kembali di Coretan Karya. Kali ini kami mempersembahkan Cerpen Singkat tentang Kehidupan yang Berjudul Kipas Angin Musala. Jangan lupa share, ya.  Kamu juga bisa menikmati di youtube: Cerita Keren. Mohon dukungannya dengan like, comment, share, dan subscribe, ya.

Bagi teman-teman penulis yang bukunya hendak direview dan masuk ke Coretan Karya, boleh langsung hubungi Zahra Wardah. Terima kasih dan semoga harimu menyenangkan. Aamiin.


****

Musala Al-Amin sedang ramai dengan kipas angin yang menempel di dinding tiba-tiba terbakar. Diduga korsleting arus listrik. Keadaan di luar musala beringsang semakin panas. Penduduk sekitar mendadak ramai berdatangan. Berbeda saat azan berkumandang. Bisa dihitung oleh tangan penduduk yang ke musala untuk berjemaah. 

“Tenang! Tenang! Semuanya. Besok saya yang belikan kipas angin yang baru.” Di tengah penduduk berkerumun, Pak Jono mengumumkan niatnya untuk bersedekah. Bukan tanpa alasan, dia menyerukan kepada khalayak tentang rencananya itu supaya mendapat pujian dari warga. Akan tetapi, warga yang sudah paham sifat Pak Jono itu hanya menganggap angin lalu.

“Halah, paling juga cuma woro-woro, doang. Kita lihat saja nanti. Dia jadi belikan kipas di musala kita apa enggak,” bisik salah satu warga yang ikut menyaksikan kipas angin musala terbakar. Lantas, warga yang lain pun menganggut, membenarkan pernyataan yang barusan didengar.

“Alhamdulillah kalau begitu. Terima kasih, Pak Jono. Mungkin, kipas kita ini memang minta diganti yang baru,” timpal Ustaz Zikri.

Tak hanya berkerumun, warga pun saling gotong royong untuk memadamkan api yang berasal dari kipas angin musala itu. Sementara itu, Pak Jono hanya memandori tanpa membantu. Baginya pekerjaan itu hanya untuk kaum bawah, sementara dia sendiri memosisikan dirinya sendiri sebagai warga kalangan atas di desanya.

Beberapa menit kemudian berhasil padam. Lantas, giliran para ibu yang membersihkan air yang menggenang di lantai, bekas untuk mematikan api tadi. Tak perlu lama akhirnya selesai semua pekerjaan di musala Al-Amin itu. Satu per satu mereka pun bubar. 

***

“Hai! Jangan dilempar-lempar sapunya. Nanti kena kipas anginnya. Itu, kan, baru saya belikan!” pekik Pak Jono kala melihat anak-anak yang hendak mengaji bermain dengan melempar sapu musala.

Anak-anak yang berjumlah empat orang itu pun segera berhenti dan kembali duduk rapi. Sebab, mereka tahu Pak Jono terkenal galak dan pemarah. Sekali suaranya menggema di telinga, mereka segera beringsut dan tak berani berkutik lagi. Takut. Lagi pula azan Magrib pun akan segera berkumandang.

“Ada apa, Pak Jono?” tanya Ustaz Zikri yang baru saja hadir. 

“Ini anak-anak ini nakal. Mainan sapu. Kalau kena kipas angin ini bagaimana coba, Ustaz? Kan, mahal kipas angin yang saya belikan ini,” jelas Pak Jono berikut tampang melasnya.

Sejenak Ustaz Zikri hanya menggeleng pelan, melihat perilaku lelaki yang di hadapannya. Akan tetapi, tak lama dia mencoba menenangkan hati dan tersenyum ramah.

“Mereka enggak nakal, Pak Jono. Mereka hanya menyalurkan sifat anak-anaknya. Kita bisa menegurnya dengan cara yang baik. Supaya mereka tidak takut, tapi justru hormat kepada kita. Lagi pula kipasnya tidak apa-apa, to.” Panjang lebar Ustaz Zikri berkomentar atas kejadian barusan. Lantas, beliau menyuruh salah satu anak untuk segera mengumandangkan azan Magrib.

Pak Jono pun memanjangkan bibirnya beberapa senti seraya bersungut-sungut. Dia tak terima atas pembelaan Ustaz Zikri tentang anak-anak barusan. Namun, tak ada yang bisa dia lakukan. Dengan berat hati lelaki bertubuh jangkung itu pun menuju tempat untuk mengambil wudu. Setelah itu, ikut berjamaah salah Magrib yang diimami oleh Ustaz Zikri. 

***

Pak Jono siang ini sengaja ke musala lebih awal dari biasanya untuk salat Zuhur berjemaah. Bukan tanpa alasan. Dia ingin mengecek kondisi kipas angin darinya. Pria itu tak rela, jika kipas angin yang dibelikannya, meski semalam tak terjadi apa-apa saat anak-anak bermain. Kalau terjadi apa-apa dengan kipas itu, dia pasti akan menuntut anak-anak dengan uang yang lebih besar kepada orang tua mereka.

“Ternyata memang belum ada yang hadir. Dasar orang-orang ini. Contoh aku, dong. Masih seperempat jam lagi Zuhur sudah tampan, rapi, dan sudah di sini. Coba hidupin kipas anginku, ah.” Lelaki itu bermonolog.

Pak Jono pun memutar tombol kipas angin yang menempel di dinding. Namun, tombolnya begitu mudah diputar dan berakhir jatuh. Mata Pak Jono memelotot. Wajahnya mulai merah padam, menahan marah.

“Tuh, kan, betul. Siapa ini yang merusak kipas anginku!” geram Pak Jono. Lelaki itu pun berusaha  menahan murka. Dia akan protes kepada Ustaz Zikri yang kemarin sudah berpihak pada anak-anak itu. 

Tepat setelah lima menit, Ustaz Zikri pun hadir. “Assalamualaikum.” 

“Waalaikumussalam. Akhirnya Ustaz datang juga. Ini siapa yang merusak tombol kipas angin ini, Taz? Pasti anak-anak itu, kan,” balas Pak Jono dengan nada menggebu-gebu. Tangannya tak kalah aktif, menunjuk-nunjuk Ustaz Zikri.

“Masyaallah, Pak Jono. Jangan suudzon dulu. Mohon maaf, tadi subuh saya mau menghidupkan kipas ini. Tapi, mungkin karena kelebihan tenaga. Jadi, sampai rusak ininya,” jelas Ustaz Zikri seraya menunjuk pada tombol bulat yang sudah tak bertutup lagi.

Pak Jono berdecak. Dia tak mengindahkan penjelasan panjang kali lebar dari Ustaz Zikri. Subuh tadi Pak Jono tidak pergi jemaah ke musala, jadi tak mengetahui bahwa kipas anginnya rusak oleh Ustaz Zikri. Setelah itu, melengos hendak berlalu menuju kamar mandi musala.

“Beneran, Taz? Ustaz enggak usah nutup-nutupi kesalahan anak-anak itu, ya.” Baru beberapa langkah menjauh dari Ustaz Zikri, Pak jono mengeluarkan hal yang mengganjal dalam otaknya.

“Benar, Pak. Demi Allah saya yang merusak kipas ini. Insyaallah besok atau lusa saya ganti yang baru.” Ustaz Zikri berusaha menenangkan Pak Jono.

Selepas mendengar penjelasan Ustaz Zikri, Pak Jono pun melanjutkan langkahnya ke kamar mandi musala. Azan Zuhur pun dikumandangkan oleh Ustaz Zikri. Seperti biasa jemaah salat Zuhur tak sebanyak jemaah salat Magrib. Hanya beberapa yang menjadi makmum dengan imam Ustaz Zikri.

Baca juga: Cerita Horor Singkat yang Berjudul Perayaan Membawa Petaka

Selepas salat berjemaah, Pak Jono mendekati Ustaz Zikri. “ Ustaz, kalau mau ganti kipas angin. Ustaz beri saja saya uangnya. Nanti saya yang belikan lagi, hehehe.”

“Oh, begitu. Baiklah. Nanti saya kasih uangnya ke Pak Jono untuk mengganti kipasnya. Eh, tidak. Ganti tombol kipasnya saja. Kan, kipasnya masih bisa dan masih baru,” balas Ustaz Zikri.

Pak Jono mengangguk pelan. Dalam hatinya bersorak gembira. Rencananya dia akan membelikan tombol kipas yang murah dan mengambil sisa uang yang dari Ustaz Zikri kelak. 

***


Karya: Zahra Wardah

Ilustrasi: pixabay.com